Saturday, April 18, 2015

FAKTA SEBAGAI UNSUR PENALARAN ILMIAH

FAKTA SEBAGAI UNSUR PENALARAN ILMIAH

Penjelasan mengenai penalaran

A.  Berpikir dan Bernalar

Apa yang dimaksud dengan berpikir ?
Berpikir itu sendiri merupakan kegiatan mental yang berkaitan dengan pikiran kita sendiri. Pada saat kita berpikir maka terlintas gambaran-gambaran mengenai sesuatu hal yang tidak tampak secara nyata. Kegiatan ini tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, dan tanpa kita sadari. Sedangkan kegiatan berpikir dilakukan secara sadar, tersusun, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir yang terakhir ini yang disebut dengan kegiatan bernalar.
Bernalar atau penalaran merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari proses penalaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
-          Induktif
-          Deduktif

Mari kita mengetahui apakah yang dimaksud dengan proses penalaran deduktif dan induktif

A.    Penalaran Induktif
Penalaran Induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata lain, simpulan yang di peroleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut :
a)      Generalisasi ialah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang
mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Contoh : 
Jika dipanaskan, besi memuai 
Jika dipanaskan, tembaga memuai

b)      Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh :
Ita adalah lulusan akademi perawatan
Ita dapat menjalankan tugasnya dengan baik
Tujuan penalaran secara analogi adalah:
@ Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan
@ Analogi digunakan untuk mengungkap suatu kekeliruan
@ Analogi digunakan untuk menyususn klasifikasi

c)      Hubungan Kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan kausal sering ditemukan.
Contoh : Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia

Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut :
Sebab – akibat :
Hubungan yang berpola A menyebabkan B, C, D dan seterusnya. Jadi efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Akibat – sebab :
Dapat dilihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter, ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab.
Akibat – akibat :
Suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya.

B.     Penalaran Deduktif   
Penalaran Deduktif adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan bagian dari hal atau gejala diatas.
Penarikan simpulan secara dekduktif dapat dilakukan langsung atau tidak langsung.
a) Menarik simpulan secara langsung atau ditarik dari satu premis.
Misalnya :
Semua S adalah P (Premis)
Sebagian P adalah S (Simpulan)
Contoh :
Semua ikan berdarah dingin (Premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan (Simpulan)
b) Menarik simpulan secara tidak langsung ; dari dua premis akah dihasilkan sebuah simpulan. Premis pertama yang bersifat umum dan premis kedua bersifat khusus.
Selanjutnya penjelesan mengenai penalarn ilmiah
Fakta Sebagai Unsur dalam Penalaran Ilmiah
Para pembaca sekalian agar dapat menalar dengan tepat, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa pengertian dari fakta.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus mengetahui ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali hubungan di antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.
Selain itu, kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut pembagian, namun pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut klasifikasi.

1). Klasifikasi
Membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu klasifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies. Contohnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak "Manusia adalah Dani" karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Perlu diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang ada dari fakta-fakta yang diteliti.

2). Jenis Klasifikasi
Klasifikasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
-          Klasifikasi sederhana, suatu kelas hanya mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif dan negatif. Klasifikasi seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous classification dichotomy).
-          Klasifikasi kompleks, suatu kelas mencakup lebih dari dua kelas bawahan. Dalam klasifikasi ini tidak boleh ada ciri negatif; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.

3). Persyaratan Klasifikasi
Klasifikasi harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
    Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk membuat klasifikasi, berupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau benda (gejala) yang diklasifikasikan.
-          Klasifikasi harus logic dan ajek (konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya.
-          Klasifikasi harus bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenakan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.
Selain itu dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat golongan tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai klasifikasi – yang sudah dijelaskan sebelumnya –, generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.

1). Generalisasi dan Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan yang biasa digunakan dalam generalisasi adalah: biasanya, pada umumnya, sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang digunakan dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.
Fakta-fakta penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf dalam tulisan yang mencamtumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis. Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau pendapat (opini).

2). Analogi, persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain atau membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya.
Analogi terdiri dari dua macam, pertama analogi penjelas (deklaratif) yaitu perbandingan untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru, kedua analogi induktif yaitu suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan adalah persamaan yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.

3). Hubungan Sebab Akibat, hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
-          Penalaran sebab-akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
-          Penalaran akibat-sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
-          Penalaran akibat-akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu.
Demikian penulisan saya yang mereferensikan dari berbagai pendapat rekan rekan lain yang sudah menjelaskan penlaran ilmiah, semoga bermanfaat dan bias dikembangkan kembail digenerasi seanjutnya

Sumber:
Arifin, Zaenal E., Tasai, Amran S. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta : Akademika Pressindo.


0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes