Monday, May 5, 2014

Hilangnya Nasionalisme di Kalangan Remaja


        Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah Negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat dan bahasa antar tiap daerah. Perbedaan tersebut bukan sebagai pemisah, melainkan harus dipandang sebagai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keanekaragaman yang ada tertampung dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
   
          Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kebangsaan yang bertekad membangun masa depan bersama untuk mewujudkan cita-cita menuju masyarakat yang demokratis, adil, dan makmur.   Hasil perjuangan bangsa kita di masa revolusi adalah tercapainya kemerdekaan, yang berarti tercapainya cit-cita bangsa kita untuk memiliki kedaulatan. Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara yang merdeka, dan telah melepaskan bangsa kita dari belenggu penjajahan. Kemerdekaan itu tercapai berkat perjuangan pahlawan-pahlawan yang mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Sedangkan hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober merupakan salah satu wujud nasionalisme dari kalangan pemuda. Yang mempunyai arti tekad persatuan dan kesatuan yang dipelopori oleh para pemuda sebelum kita merdeka. Sumpah Pemuda memberikan ruang bagi pemuda untuk mengikrarkan kesamaan tanah air, bangsa, dan bahasa. Hal ini mengingatkan jati diri pemuda sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang harus senantiasa menjaga dan mempertahankan ibu pertiwi dari segala macam tantangan, ancaman, maupun krisis.
      Bagi para pemuda, nasionalisme hanyalah usaha membela bangsa guna mengusir penjajah. Seolah-olah bagi pemuda masa kini nasionalisme bukan sesuatu yang penting lagi, mereka beranggapan bahwa mereka perlu memiliki rasa nasionalisme hanya disaat merekan hormat pada Bendera Merah Putih disaat upacara bendera hari senin di sekolahnya. Semangat untuk berkorban, berbakti, dan berjuang demi bangsa dan Negara cenderung hilang apalagi di era modern ini, perjuangan akan lebih berat. Sebab musuh tidak sekedar berasal dari luar, bahkan sosok pada diri kita sendiri. Musuh tersebut bisa berbentuk kebodohan, kemiskinan, kemalasan, dan ketidakrelaan untuk berkorban terhadap bangsanya sendiri.
      Hal ini terlihat jelas bahwa memang nasionalisme golongan muda sekarang sedang diuji. Budaya barat dengan mudahnya masuk dan mempengaruhi kepribadian bangsa. Apabila hal ini tidak segera ditangani dengan serius maka kita tidak tahu bagaimana nasib bangsa Indonesia beberapa tahun mendatang ketika pemerintahan mulai dipegang oleh para pemuda yang memiliki gaya hidup yang tidak sesuai dengan bangsa yang ia pimpin.
      Yang terjadi saat ini, nasionalisme masyarakat Indonesia mulai terkikis akibat pengaruh globalisasi yang semakin deras. Pengaruh tersebut sudah dirasa dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya. Utamanya globalisasi sangat mengancam kaum muda karena kondisi psikis kaum muda terbilang masih labil sehingga mudah terpengaruh dari luar. Mereka kurang sadar akan ancaman tersebut dan kurang menganggap penting nasionalisme. 
      Banyak para pemuda Indonesia yang merasa pemerintahan Indonesia sering menggunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk mensejahterakan rakyatnya. Banyak pemuda yang merasa kecewa akan hal itu dan akhirnya merasa antipati terhadap keadaan bangsanya. Mereka cenderung berfikir meskipun ia telah berupaya dan melakukan banyak hal mengenai kelangsungan pemerintahan Indonesia, namun kadang aspirasinya kurang ditanggapi pemerintah. Dan kebijakan yang tersusun hanya berdasarkan dari hasil pemikiran pemerintah saja.
      Banyak kita saksikan tawuran pelajar, pertikaian antar warga, premanisme, ormas agama yang brutal, saling serang antar sesama, para pelajar yang hoby nongkromg, dugem, mabuk di jalanan, dan parahnya tidak lagi menghormati orang tua. Sungguh pemandangan yang ironis. Menjelang hari peringatan Sumpah Pemuda yang seharusnya diperingati secara hikmat oleh kalangan pemuda justru diisi dengan hal-hal yang tidak layak dan patut dilakukan. Entah apa yang ada dibenak mereka, sehingga mereka melakukan perbuatan yang tidak layak tersebut. Mereka yang seharusnya mempererat tali persatuan dan kesatuan, tapi mereka justru melakukan hal yang sebaliknya. Aksi kekerasan dan tawuran yang dipertotonkan oleh kalangan anak muda (mahasiswa dan pelajar), menjadi bukti bahwa diantara sesama anak bangsa tidak lagi memiliki jiwa persatuan.
      Nasionalisme akan tumbuh jika ditopang oleh harapan, tujuan, dan keyakinan serta cita-cita hidup yang diperjuangkan bersama. Semua merasa sepakat untuk menjadikan "Tiga poin" yang diproklamasikan pada tanggal 28 Oktober 1928, yakni "satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa" , sebagai perekat dan pemersatu perjuangannya. Identitas tidak lagi tampak dan dijadikan pedoman penghayatan persatuan, namun semua identitas masing-masing dijadikan satu identitas bersama untuk sekelompok manusia.
      Tawuran dan kekerasan janganlah dijadikan sebagai budaya, karena bangsa Indonesia tidak pernah mengenal budaya seperti itu. Bangsa Indonesia hanya mengenal budaya gotong-royong, kebersamaan, dan menghormati sesama. Kita berharap ikrar para pemuda Indonesia dahulu tidak terbuang sia-sia. Ini semua dapat dijadikan pegangan untuk mengantisipasi lunturnya nilai-nilai persatuan dan kesatuan antar sesam anak bangsa serta betapa pentingnya membangun rasa nasionalisme di jiwa para pemuda Indonesia sekarang ini

sumber : http://yeninurazizah.blogspot.com/2013/11/lunturnya-rasa-nasionalisme-di-kalangan.html

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes